Friday 8 February 2013

Mengelola Kastrat (Bagian 2: Menganalisis Isu)






Ahmad Rizky M. Umar
Pernah bergiat di Departemen Kajian Strategis BEM KM UGM 2008-2012





Salah satu fungsi utama Kastrat adalah menganalisis isu yang beredar di masyarakat dan memberikan sikap. Analisis dan sikap menjadi dua sisi mata uang dari aktivitas Kastrat. Sikap harus didasarkan pada analisis yang tajam, sementara analisis juga harus berujung pada sikap gerakan. Begitulah seterusnya.

Pembuatan analisis memiliki sedikit 'seni' yang harus diperhatikan bagi para analis. Membuat analisis tidak sekadar menuliskan sikap dalam kertas pernyataan sikap. Diperlukan kejelian bagi para pegiat Kastrat untuk melihat sebuah permasalahan dan membedahnya sehingga bisa dijadikan sebuah pertimbangan bagi penentuan sikap gerakan.

Apa itu Analisis Isu?
Menganalisis isu berarti mengurai data/informasi terkait sebuah isu dengan sebuah pendekatan yang spesifik, sehingga akar masalahnya dapat terlihat dan dapat disikapi oleh mahasiswa. Analisis isu memerlukan metode yang tepat, pengetahuan yang logis, dan pendekatan yang sesuai. Metode, pendekatan, dan pengetahuan itu bisa didapatkan oleh mahasiswa di bangku kuliah.

Menganalisis isu dapat diibaratkan seperti 'memasak' di dapur. Koki tidak bisa sembarangan mencampur bahan. Ada cara-cara yang harus dilakukan seperti menumis, memotong daging, hingga menggoreng atau mengukus. Masing-masing cara berbeda, untuk menghasilkan makanan yang diinginkan. Begitu juga dengan analisis. Kastrat perlu  meramu informasi, mencampurnya dengan hati-hati, menumisnya dengan pendekatan yang diinginkan, hingga menggoreng informasi tersebut dengan metode analisis yang jitu. Semuanya memerlukan kehati-hatian dan seni tersendiri, tak bisa sembarangan.

Mengapa Sebuah Isu Perlu Dianalisis?
Analisis Isu diperlukan untuk memastikan sikap yang dikeluarkan oleh organisasi benar-benar mewakili kepentingan mahasiswa, tidak ditunggangi oleh kepentingan politik manapun. Kastrat tidak bisa hanya mengandalkan media massa sebagai pertimbangan gerakan. Seringkali, pemberitaan media dipenuhi oleh tendensi-tendensi tertentu yang diolah melalui framing oleh pemilik media. Akibatnya, pemberitaan menjadi bias kepentingan tertentu. Tugas Kastrat-lah untuk menganalisis pemberitaan media tersebut, sehingga tidak semua berita menjadi isu gerakan yang mesti disikapi. Ini akan tergantung pada analisis yang dibuat oleh Kastrat.

Sebagai contoh, kita bisa melihat pemberitaan mengenai tragedi Lumpur yang terjadi di Porong, Sidoarjo. Pemberitaan di MetroTV pasti akan menyebutnya sebagai 'Lumpur Lapindo', disertai dengan pemberitaan yang menyudutkan PT Lapindo milik Bakrie sebagai pihak yang bertanggung jawab. Sementara itu, pemberitaan di TV-One lebih cenderung menggunakan istilah 'Lumpur Sidoarjo' dan melihat tanggung jawab berada pada pemerintah. Isu yang diangkat sebagai berita sama, tapi arah pemberitaannya berbeda. Ini jelas tak terlepas dari kepentingan politik redaksi koran yang bersangkutan.

Akan tetapi, bukan berarti Kastrat menolak pemberitaan media. Berita tetap menjadi sumber informasi. Tetapi, berita itu sendiri perlu dilihat secara kritis, dan untuk menjadikannya sebagai isu gerakan, Kastrat perlu menganalisisnya secara cermat.

Jenis-Jenis Analisis
Analisis Isu bisa bermacam-macam. Hal ini akan sangat tergantung pada tujuan analis Kastrat. 
Secara umum, metode yang digunakan oleh seorang analis Kastrat adalah metode kualitatif. Ia bisa berbentuk analisis isi (content analysis), analisis wacana (discourse analysis), analisis komparatif, dan lain sebagainya. Penting bagi Kastrat untuk menentukan metode dalam menganalisis suatu data.

Jika menggunakan analisis isi, teknik yang dilakukan adalah mengupas kata per kata dari pemberitaan/rumusan kebijakan dan melihat konsekuensi logis dari kata per kata tersebut. Jika menggunakan analisis wacana, yang dilihat bukan hanya isi teks dari kebijakan/pemberitaan, tetapi jugadiscourse apa yang ditampilkan dari kebijakan itu. Sementara jika menggunakan analisis komparatif, yang dilihat adalah perbandingannya dengan tempat lain.
Saya akan memberikan tiga jenis analisis yang biasanya dilakukan untuk menopang kebutuhan gerakan.

(1) Analisis Isi/Deskriptif
Jenis analisis ini adalah analisis paling standard dan mudah bagi Kastrat. Analisis ini membahas secara mendalam terhadap isi (esensi) suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Dengan menggunakan analisis ini, seorang analis akan melihat informasi berdasarkan 'apa yang tertulis' dan hanya melihat implikasi-implikasi logis dari teks tersebut. Cara membacanya sangat esensialis, dengan fokus pada sistematika dan substansi teks. 

Sebagai contoh, ketika ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis isi akan melihat UU ini pada substansi teksnya, apakah UU ini bermasalah pada pasal per pasal atau tidak, serta bagaimana konsekuensinya.

(2) Analisis Wacana
Jenis analisis ini lebih tinggi tingkat kesulitannya. Seorang analis akan melihat teks tidak hanya pada apa yang tertulis pada teks, tetapi pada konstruksi wacana yang membentuk teks tersebut. Teks tidak dilihat pada apa yang berada di dalamnya, tapi pada kontestasi pemaknaan yang membentuk teks tersebut. Oleh sebab itu, analisis wacana akan memfokuskan pada bagaimana teks tersebut dimaknai dengan membentuk rantai pemaknaan yang hegemonik pada teks tersebut. Sehingga, teks bukan sesuatu yang 'apa adanya' tetapi lebih sebagai sesuatu yang 'diisi' oleh satu format pemaknaan tertentu.

Sebagai contoh, ketika ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis wacana akan melihat konstruksi wacana apa yang sebenarnya membentuk UU ini, bagaimana ia beroperasi dalam pasal-pasal yang ada di UU itu, dan bagaimana ia menghegemoni pemaknaan UU tersebut.

(3) Analisis Komparatif
Jenis analisis ini melihat sebuah informasi tidak hanya pada konstruksi wacana atau substansi teksnya, tetapi bagaimana teks itu ada di tempat lain dan apa konsekuensinya. Makna tidak hanya dibentuk di dalam teks, tetapi harus dikontestasikan dengan teks/data/informasi lain. Dengan demikian, sebuah informasi harus dilihat dengan cara membandingkannya dengan informasi di tempat lain. Analisis ini memerlukan data dan informasi yang lebih valid dan lebih kompleks, karena harus menggunakan dua jenis data yang berada pada tingkat yang sama.

Sebagai contoh, ketilka ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis komparatif akan melihat bagaimana UU ini di negara lain, bagaimana substansi pasa-pasalnya dan bagaimana konstruksi wacana keduanya. Kesimpulan analisis ini lebih berbobot karena informasinya yang sangat kompleks, tetapi akan sangat melelahkan bagi seorang analis Kastrat.

Masih adakah jenis analisis yang lain? Tentu saja ada dan masih dimungkinkan untuk berkembang. Seorang analis Kastrat bisa menemukan di tempat lain. Tetapi, jangan terjebak pada pencarian metodologis: carilah jenis analisis yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Komponen Analisis
Untuk menganalisis sebuah isu, diperlukan 'bahan' alias komponen-komponen tertentu. Apa saja komponen yang diperlukan oleh seorang analis Kastrat ketika ingin menganalisis sebuah isu/permasalahanan?

(1) Informasi dan Data
Untuk menganalisis sebuah isu, diperlukan informasi yang cukup. Analisis harus didasarkan pada informasi yang benar. Ketidakbenaran informasi akan menyebabkan analis sampai pada kesimpulan yang salah. Oleh sebab itu, seorang analis harus memastikan informasi yang didapatkan benar-benar valid. Selain itu, analis juga perlu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, agar hasil analisis benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. 

Data adalah informasi yang disistematisasikan. Untuk memudahkan seorang analis, informasi yang sudah dikumpulkan perlu dipilah dan dibuat menjadi data yang sistematis. Gunanya adalah ketika ingin dianalisis, seorang analis akan mudah mengidentifikasi mana data yang penting dan mana yang tidak begitu penting.

(2) Pendekatan/Perspektif
Selain mengumpulkan data dan informasi, analis Kastrat juga perlu mengidentifikasi pendekatan apa yang akan digunakan untuk menganalisis masalah. Pendekatan adalah sudut pandang yang digunakan untuk menginterpretasikan data. Jika mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia, pendekatan adalah "usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian". Pendekatan bisa diposisikan juga sebagai perspektif, posisi kita untuk membaca sebuah permasalahan.

Pada intinya, pendekatan adalah posisi teoretik seorang analis ketika ia berhadapan dengan sebuah data yang telah disajikan. Penting untuk dicatat, pendekatan itu bisa dipilih dan tidak bersifat tunggal. Semua pendekatan bisa digunakan untuk melakukan analisis, baik digunakan secara konsisten maupun dikombinasikan dengan pendekatan yang lain. Kombinasi dan konsistensi pendekatan itu akan ditentukan oleh teori apa yang digunakan oleh seorang analis.

(3) Teori
Untuk memastikan pendekatan yang digunakan oleh analis itu relevan dengan problem yang dihadapi, pendekatan perlu diperkuat oleh teori. Menurut KBBI, teori adalah "pendapat yg didasarkan pd penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi". Setelah informasi itu didekati dengan cara pandang tertentu, cara pandang tersebut perlu diperkuat dengan teori-teori yang relevan. Teori tersebut akan merujuk pada data yang ada. Untuk berteori, seorang analis perlu memiliki pengetahuan yang cukup. Untuk mendapatkan teori-teori tersebut, seorang analis dapat membaca buku-buku yang relevan dengan isu yang dihadapi atau menggunakan aktivitas perkuliahan untuk membantu. Jadi, tidak ada alasan bagi aktivis untuk meninggalkan ruang kuliah. 

(4) Metode Analisis
Setelah memilah dan memilih teori yang akan digunakan, seorang analis Kastrat juga perlu menentukan metode apa yang akan ia gunakan untuk menganalisis data/informasi yang tersedia. Metode adalah cara/teknik yang digunakan untuk menganalisis sebuah permasalahan. Menurut KBBI, Metode adalah "cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud". Ia adalah cara yang ditempuh oleh seorang analis untuk sampai npada kesimpulan dan sikap gerakan dari analisis yang ia lakukan.

Pilihan-pilihan metode apapun sah, asal dilakukan secara konsekuen oleh seorang analis Kastrat. Konsistensi atas metode akan memperkuat sikap/posisi intelektual seorang analis Kastrat. Dengan pemahaman dan prosedur metodologis yang sah, Kastrat akan dapat mempertanggungjawabkan sikap yang ia hasilkan secara terbuka dan juga ilmiah.

Prosedur Dasar Analisis
Sebuah analisis memiliki prosedur-prosedur dasar yang perlu diperhatikan. Prosedur ini tidaklah baku, tetapi bisa menjadi panduan dasar bagi analis Kastrat untuk melakukan analisis secara lebih mendalam. Setidaknya, saya memetakan ada empat prosedur mendasar bagi sebuah analisis Kastrat.

(1) Memilah Informasi dan Data
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, informasi adalah sesuatu yang diterima oleh seorang analis dari sumber-sumber tertentu, sementara data adalah informasi yang disistematisasikan. Perlunya mengumpulkan informasi dan mensistematisasi data adalah untuk memberikan dasar argumen yang kuat. Informasi bukan dasar untuk bergerak, tetapi ia dasar untuk memberikan argumentasi bagi gerakan. Tanpa data, gerakan hanya akan terjebak asumsi dan mudah dipatahkan oleh lawan bicara. Ini perlu diperhatikan oleh seorang analis Kastrat.

Informasi tak bisa hanya diambil begitu saja (taken for granted), melainkan ia juga perlu dikritisi. Oleh sebab itu, penting bagi seorang analis untuk memilah informasi dan data yang ada, mana yang fakta dan mana yang opini. Seorang analis Kastrat perlu lebih jeli dalam melihat hal ini.

Fakta adalah informasi yang kebenarannya telah terbukti adanya. Ia bisa berupa informasi angka atau kalimat yang menyatakan kebenaran. Sementara itu, opini adalah sesuatu yang berasal dari pikiran seseorang dalam membaca sebuah informasi. Asumsi adalah sesuatu yang masih berada dalam dugaan pembuatnya. Dalam pemberitaan, opini dan asumsi seringkali masuk dalam informasi yang diterima. oleh sebab itu, penting untuk dipilah terlebih dulu informasi yang ada tersebut.

Bagaimana cara membedakan opini dan asumsi dengan fakta? Kita lihat nilai kebenarannya. Jika ia sudah terbukti benar, tanpa ada syak wasangka, maka ia adalah fakta. Fakta dibahasakan secara tegas dan bisa dibuktikan kebenarannya. Jika ada data yang nilai kebenarannya tidak jelas, analis bisa pisahkan datanya. Ia perlu dibuktikan terlebih dulu hingga benar. Sementara opini berasal dari praduga seseorang. Ia berbeda dengan fakta dalam penyampaiannya. Opini dibahasakan dengan ambigu dan menggunakan kata-kata sifat.

Mari kita urai salah satu pemberitaan berikut:

"Dalam UU PT, kata Nuh, pemerintah membuat beberapa aturan yang wajib dipenuhi untuk perguruan tinggi asing yang ingin masuk ke Indonesia. Hal paling utama diperhatikan khususnya adalah status akreditasinya. Pasalnya, hanya perguruan tinggi asing dengan mutu baik diizinkan masuk ke Indonesia." (Kompas, 12/7/12)

Pada pemberitaan itu, apa fakta dan opininya? Fakta yang bisa diidentifikasikan: (1) M Nuh memberikan pernyataan tentang UU Pendidikan Tinggi; dan (2) Di UU Pendidikan Tinggi, ada aturan tentang Perguruan Tinggi asing. Dua hal ini jadi fakta karena terbukti kebenaranya. Sementara opininya antara lain: (1) Status akreditasi diperhatikan dalam UU Pendidikan Tinggi; (2) Hanya perguruan tinggi dengan mutu baik diizinkan masuk ke Indonesia. Dua hal itu masuk sebagai opini karena ambiguitas, dimana statement pertama menyiratkan kata 'diperhatikan' yang sangat subjektif, serta kaliman kedua menyatakan 'baik' yang adalah kata sifat.

Contoh-contoh serupa dapat kita lihat di berbagai pemberitaan lain. Pada intinya, berita dan informasi harus dipilah, dipisahkan opini dan faktanya, agar benar-benar bisa jadi pertimbangan. Opini yang ada dalam pemberitaan perlu dipisahkan dulu agar tidak mengganggu frame berpikir analis. Dengan pemilahan, analis bisa memberikan analisis secara lebih matang.

(2) Menentukan Perspektif
Kumpulan data saja tidak bisa menjadi dasar argumen. Ia harus diinterpretasikan (ditafsirkan) agar akar masalah yang ada pada data tersebut muncul. Oleh sebab itu, ia harus dilihat dari cara pandang tertentu. Inilah yang di bagian sebelumnya kita sebut sebagai perspektif. Cara pandang ini akan menentukan posisi analis, ia akan melihat data seperti apa dan dari posisi mana.

Bagaimaa kita menentukan perspektif? Di sini, seorang analis mesti mengetahui dan memahami tradisi berpikir apa saja yang bisa dijadikan pijakan. Perspektif bisa dipelajari dan dibaca dalam beberapa literatur.. Secara garis besar, pendekatan analisis dapat dibagi ke dalam dua bentuk pendekatan: struktural dan agensi. Pendekatan struktural melihat persoalan pada kesatuan 'struktur' yang membentuk masyarakat, sehingga persoalan-persoalan yang ada akan dilihat pada jalinan-jalinan pada kesatuan struktur tertentu. Biasanya, pendekatan struktural banyak dipakai oleh kaum Marxis, Post-Marxis, realis, dan sejenisnya. Sementara itu, pendekatan agensi biasanya melihat persoalan pada kemampuan agen/aktor tertentu dalam sebuah persoalan, sehingga persoalan yang ada akan dilihat pada aktor siapa yang bermain di sana. Pendekatan liberal dan neoliberal biasanya menggunakan tipe pendekatan ini.

Menentukan perspektif harus dilakukan dengan melihat relevansi perspektif itu terhadap kasusnya. Biasanya, hampir semua perspektif bisa digunakan untuk menganalisis isu, tetapi ada juga perspektif yang tidak begitu pas untuk membaca kasus tersebut. Penting untuk dilihat, seorang analis tidak boleh berpretensi untuk menunggalkan satu perspektif sebagai satu-satunya perspektif yang benar. Semua analisis akan mengarah pada bentuk kebenaran dengan wajah yang berbeda. Persoalannya, tinggal konsistensi seorang analis untuk menggunakan perspektif itu.

Sebagai contoh, untuk membaca informasi tentang Lumpur Lapindo, seorang analis perlu memakai pendekatan tertentu: apakah ia akan melihat lumpur itu sebagai kegagalan negara dalam menyelesaikan masalah internalnya (yang berarti pendekatannya adalah realist) ataukah justru ia akan melihat lumpur itu sebagai problem kapitalisme (yang berarti pendekatannya adalah Marxis). Pendekatan nantinya akan menentukan metode apa yang akan diambil untuk menganalisis kasus tersebut.

Mungkinkah perspektif yang digunakan bersifat kombinasi? Sangat mungkin. Tetapi, perlu dicatat, kombinasi itu harus dilakukan secara selektif dan konsekuen. Ini mungkin memerlukan kejelian dan keahlian yang lebih khusus dari seorang analis. Yang jelas, konsistensi dan relevansi menjadi hal yang sangat penting bagi penentuan perspektif yang digunakan.

(3) Membedah Data
Setelah menentukan perspektif, seorang analis kemudian akan membedah data yang sudah ada dengan menggunakan teori-teori yang berasal dari perspektif yang dipilih. Proses ini adalah yang paling penting dalam keseluruhan proses analisis. Dengan membedah data, analis akan 'menafsirkan' data yang sudah dikumpulkan untuk kemudian disimpulkan menjadi sebuah sikap gerakan.

Dalam pemilihan teori, perlu memperhatikan (1) konsistensi sudut pandang/pendekatan yang dipakai dan (2) relevansi dengan data yang ada. Teori harus berada dalam satu sudut pandang yang konsisten. Jika sudut pandang yang digunakan itu bersifat kombinasi, maka teori juga bisa mengambil kombinasi pada sudut pandang tersebut. Konsistensi diperlukan agar penjelasan yang dihasilkan dari analisis bersifat logis dan masuk akal, juga bisa dipertanggungjawabkan. Selain konsistensi, relevansi juga penting, agar teori yang digunakan benar-benar bisa menjabarkan data dan informasi yang ada dalam sebuah kerangka penafsiran yang utuh.

Bagaimana kita menggunakan teori untuk menafsirkan data? Semisal, kita mendapatkan beberapa data berikut:
1. UU Pendidikan Tinggi hak mengelola dana, mengangkat dosen sendiri, atau mendirikan badan usaha dan mengelola dana abadi;
2. UU Pendidikan Tinggi memberikan dasar otonomi kampus;
3. UU Pendidikan Tinggi memfasilitasi pendirian badan usaha ataupun kerjasama industri dari kampus.

Jika kita menggunakan perspektif Marxis sebagai pendekatan utama untuk membedah data tersebut, kita akan memperoleh beberapa analisis berikut: Pertama, kampus diposisikan sebagai entitas yang bersifat otonom dalam hal keuangan. Otonomi kampus ini menyebabkan subsidi negara ke kampus dikurangi. Secara teoretis, jika melihat kerangka framework bank dunia (1994), pencabutan subsidi negara menyebabkan pasar bisa ekspansi sampai ke dalam kamps. Kedua,  Kampus menjadi instrumen untuk melakukan 'akumulasi kapital' dengan pendirian badan usaha dan otonomi yang memungkinkan kampus bisa menjadi komersial. Ketiga, mengadcu pada dua analisis di atas, politik pendidikan tinggi Indonesia diarahkan pada semangat untuk meneguhkan hegemoni pasar dan menjadi bagian dari akumulasi kapital, menjadikan pendidikan sebagai komoditas.

Contoh teori itu adalah pada perspektif Marxis. Jika organisasi pergerakan punya perspektif yang lain, bisa digunakan. Untuk menggunakan teori secara tepat, seorang analis Kastrat harus membaca literatur yang terkait dengan perspektif tersebut. Bacalah dari sumber utama dan kontekstualisasikan dengan kasus yang akan dibedah. Terpenting, perspektif itu digunakan secara konsekuen dan memang benar-benar bisa dijadikan alat untuk membedah data secara komprehensif. Hal ini akan memerlukan kejelian dan keterampilan pegiat Kastrat.

(4) Generalisasi dan Kesimpulan
Setelah dibedah, teori akan digeneralisasi dan disimpulkan. Penarikan kesimpulan ini mesti dilakukan dengan prosedur penarikan yang logis. Oleh sebab itu, pentin bagi seorang analis Kastrat untuk membekali diri dengan ilmu logika sederhana. Penarikan kesimpulan yang logis adalah ditarik dari pembedahan data yang sudah ada. Jangan sampai, ada inkonsistensi antara analisis yang sudah dilakukan dengan kesimpulan yang ditarik.

Sebagai contoh, kita bisa menarik kesimpulan dari analisis yang sudah dibedah sebelumnya: tentang UU Pendidikan Tinggi. Jika menggunakan perspektif Marxis, maka kesimpulannya adalah UU Pendidikan Tinggi adalah bagian tak terpisahkan dari sistem sosial kapitalisme. Ia akan punya konsekuensi berupa komersialisasi dan liberalisasi penddikan yang merupakan turunan dari kapitalisme tersebut. Penarikan kesimpulan ini sifatnya sederhana: lihatlah analisis yang sudah dibedah sebelumnya dan lihat konsekuensi apa saja yang muncul dari analisis itu. Kesimpulan akan menuntun kita pada sikap gerakan yang akan diambil dari analisis tersebut.

Bagaimana Menentukan Sikap Gerakan?
Setelah kesimpulan dari analisis ditarik, tibalah giliran seorang analis Kastrat untuk menentukan sikap gerakannya. Sikap ini adalah 'garis finish' dari analisis isu yang dibuat oleh Kastrat. Berbeda dengan proses sebelumnya yang bisa mengambil jalan memutar, sikap harus tegas. Katakanlah A adalah A dan B adalah B. Tetapi, tentu saja, dengan mempertimbangkan hasil analisis sebelumnya.

Secara garis besar, ada tiga sikap yang bisa diambil oleh organisasi pergerakan mahasiswa terkait dengan isu yang dibahas.

(1) Menerima. Jika hasil analisis sesuai dengan kebijakan, maka keputusan untuk 'menerima' tak perlu malu untuk diambil. Katakanlah dengan tegas, menerima. Akan tetapi, jangan menerima secara utuh. Berikanlah catatan kritis terkait dengan apa yang harus dilakukan jika menerima. Jangan sampai, organisasi pergerakan hanya menerima tapi tak mengerti mengapa ia menerima dan apa konsekunesinya.

(2) Menolak. Ini sikap mayoritas gerakan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah. Jika ternyata analisis dan hasil kajian menyatakan tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah, maka tolaklah kebijakan itu. Tetapi, tentu saja, tidak menolak secara buta. Berikanlah argumentasi penolakan dan langkah gerak apa yang akan dilakukan untuk mengawal penolakan itu. Atau, bisa juga memberikan alternatif kebijakan yang perlu dilakukan. Pada intinya, jangan beri cek kosong dan jangan pula menolak asal beda. Tolaklah secara kritis.

(3) Menunda Penyikapan. Sikap ini agak jarang diambil oleh mahasiswa, dan kadang bisa tertukar dengan 'bingung menyatakan sikap'. Menunda penyikapan bukan berarti tidak bersikap. Menunda berarti memutuskan untuk tidak menyikapi sebuah isu dan menunggu sampai ada kejelasan. Hal semacam ini bisa terjadi karena informasi yang tidak tuntas, perdebatan yang belum selesai di internal organisasi, atau bisa juga karena pokok persoalannya bukan di sana. Dalam isu-isu yang punya potensi politis dan konflik tinggi, sikap ini bisa diambil, untuk mematangkan kajian. Karena, bersikap dengan pertimbangan yang lemah hanya akan menyeret gerakan mahasiswa ke dalam politik elit yang liar. Tetapi, tentu saja, bersiaplah dengan tekanan-tekanan politik yang akan muncul.

Dengan penyikapan, Kastrat akan menjadi lebih powerful. Gerakan akan lebih punya nyawa dan akan lebih tegas dalam bersikap. Jadikanlah analisis sebagai senjata utama gerakan. Jadi, tidak ada istilah 'bingung dalam bersikap', bukan? Bergeraklah atas dasar pengetahuan, kawan! [bersambung]

No comments:

Post a Comment

Thanks for stalking and commenting! :D

(I am really sorry for your inconvenience due to comments moderation. It is notable for me to deliver responses. Your understanding is really appreciated.)

"Ketika kamu mampu mencintai tanpa alasan, suatu saat nanti kamu pasti juga akan mampu meninggalkan tanpa alasan" "Bermain-mainlah dengan imajinasi, bermain-mainlah dengan mimpi" "Lebih baik diasingkan daripada harus menyerah pada kemunafikan" "Bermimpilah setinggi angkasa. Jika kau kelak jatuh, kau akan terbaring bersama bintang-bintang" "You have no rights to judge my way unless you've walked my path" "Aksi memang tidak selalu menjanjikan perubahan, tetapi tanpa aksi tidak akan pernah ada perubahan"