Saturday 9 February 2013

Reclaiming The Commons


Stand in Revolution!

Orang bergerak jangan cuma karena kepentingannya terganggu? Justru orang bergerak, protes, melawan itu selayaknya cuma karena kepentingannya terganggu. Tapi ini pernyataan ini perlu diperjelas. Kepentingan di sini harus diartikan secara luas sebagai kepentingan publik. Selama seseorang bergerak hanya kalau kepentingan individualnya saja yang terganggu, selama itulah usaha kapitalisme belum gagal untuk mengatomisasi manusia ke lingkup terkecil dari kehidupan sosialnya yaitu dirinya sendiri.

Dua hal mengapa dalam relasi sosial kapitalisme, tiap orang tereksklusi antar satu dengan yang lainnya dan dalam bahasa sehari-hari menjadi semakin 'individualistis', dan ini harus diperbaiki. Pertama, atomisasi ini menyebabkan sulitnya perlawanan terjalin. Tanpa berkumpul dan bersatunya orang-orang demi suatu urusan publik yang diperjuangkan atau dipertahankan, tak akan ada perlawanan kolektif dalam bentuk aksi massa sebagai realisasi demokrasi yang paling otentik. Sudah tentu kapitalisme berantitesa dengan demokrasi. Kalau ia menggunakannya sebagai jargon, itu hanya bohong-bohongan, atau yang diteoretesi oleh para ilmuwan politik sebagai demokrasi prosedural, dan dinyinyiri oleh para aktivis sebagai demokrasi ketengan. Tanpa bersatu dan berkumpulnya orang banyak, tak akan tersuarakan dengan gamblang apa sebenarnya yang diinginkan oleh publik. Dengannya, hanya suara mereka yang memiliki akses lebih terhadap sumber daya informasi dan komunikasi sajalah yang mendapatkan berkah merepresentasikan publik. Di sini lah perang kelas sebenarnya dimulai.


Yang kedua adalah dilema tak berujung dari apa yang dalam dunia akademis biasa disebut dengan istilah the game of stage hunt. Kutukan rasionalitas yang terjadi saat informasi mengalir secara asimetris dan kepentingan individu didahulukan, adalah angka loss yang terbesar dibandingkan choices yang lain. Logika yang sama berjalan saat seseorang memilih untuk membeli mobil ber AC untuk mengatasi polusi udara yang dirasakannya. Ia menyempitkan 'ruang'nya menjadi hanya untuk dirinya--dan beberapa penumpang lain di mobilnya--padahal permasalahan dan keberatan yang sama sebenarnya juga dikeluhkan oleh seluruh penduduk bumi. Namun alih-alih terpikir untuk menyelamatkan lingkungan bersama-sama, kutukan rasionalitas individual justru menggiring orang-orang untuk beramai-ramai membeli mobil pribadi, membiarkan udara di luar mobil semakin lama semakin terkontaminasi, rusak, selama ia masih dapat berada di dalam mobil menikmati AC. Konsep asymmetric information sendiri telah mengantarkan mantan petinggi World Bank, Joseph Stiglitz untuk meraih penghargaan Nobel di bidang Ekonomi atas kritiknya terhadap relasi ekonomi politik internasional kontemporer khusunya rezim Washington Consensus. Logikanya, dengan interaksi yang tidak terhambat sekat atomisasi, dan komunikasi yang lancar, kerjasama akan selalu menjadi pilihan di banding persaingan. Seperti yang terjadi pada The Game of Stage Hunt a la Rosseau.

Hanya dengan meluaskan pendefinisian kepentingan menjadi berada para realm publiklah politik yang kuat dan langgeng dapat terjadi. Sebuah politik yang berbasis kepentingan, bukan kepedulian apalagi filantropi. Reclaiming The Commons harus menjadi semangat bersama untuk melawan tren atomisasi relasi sosial. Dunia harus tahu--dan paham--bahwa, misalnya, saat pedagang-pedagang di sekitar stasiun dianiaya HAM Ekosobnya (HAM yang berdimensi publik, sedangkan HAM yang berdimensi privat adalah HAM Sipol), dan aksesnya kepada fasilitas publik, pada langkah yang kesekian itu akan mengganggu pula kepentingan siapapun orang di sekitarnya. Satu contoh: mahasiswa kehilangan akses terhadap buku murah. Selain itu, jika saat ini giliran mereka yang kepentingannya secara langsung diagnggu oleh operasi ekspansi modal dan moda maksimalisasi profit, tentu anda, entah di nomor urut yang keberapa, sebenarnya berada pada antrian yang sama.

Merebut kembali yang publik merupakan agenda gerakan sosial global atau yang disebut Naomi Klein sebagai 'Alter Globalization' (globalisasi sosial-budaya sebagai wacana alternatif dari globalisasi ekonomi). Perlawanan terhadap atomisasi ini perlu dilakukan secara global mengingat ekspansi modal juga terkonsolidasi secara global. Tanpa persatuan lintas negara-bangsa--dan lintas isu sektoral--gerakan sosial tidak akan berhasil 'merebut kembali yang-publik'. Merebut kembali yang publik tentunya termanifestasi dalam banyak bentuk perjuangan, seperti membudayakan hidup kolektif untuk menghancurkan karakter borjuis kecil, menerapkan demokrasi deliberatif, menuntut Hak Atas Kota, mempergunakan semaksimal mungkin ruang-ruang publik (public spheres) seperti taman kota, jalanan, dan media sosial--kalau perlu menduduk/meng-occupy-nya demi perjuangan kepentingan publik, dan melawan privatisasi di berbagai bidang--pendidikan, transportasi vital, air, kesehatan, dan lain-lain.

Namun melawan privatisasi ini bukan lantas berarti membela keberadaan dan mengelu-elukan fungsi dari negara. Negara secara teoretis dan empiris jelas merupakan alat dari kelas borjuis untuk mengurusi urusan-urusannya. Tapi daripada memperdebatkannya terlalu panjang, kita posisikan saja negara sebagai existing condition yang kita terima sebagai arena dari pertarungan kepentingan kelas. Kita manfaatkan negara dan aparatur-aparaturnya--dan kita didik--untuk membangkang kepada kelas borjuis dan berbalik menjadi pelayan bagi kepentingan rakyat banyak, the 99%, kelas pekerja. Dalam hal ini, melihat konteks perpolitikan di negara tempat kita berada, politik populisme bisa saja kita manfaatkan sementara untuk menarik perhatian khalayak luas terhadap agenda-agenda perjuangan kepentingan publik, namun menunggangi politik populisme ini--jika ada--harus dibarengi dengan pendididikn politik yang intens kepada para kader perjuangan supaya tidak silau dan tetap memposisikan pemimpin populis sebagai pelayan, bukan saviour.

Untuk mencapai cita-cita itu, mari bersama berhenti peduli pada orang lain di sekitar anda--dan mulai yakin bahwa kepentingan mereka (jika itu berada dalam ruang publik dan berhubungan dengan tanggungjawab pemenuhan HAM Ekosob oleh negara kepada warga negaranya) adalah samasama kepentingan anda juga. Karena kepentingan itu berada dalam satu kelas sosial yang sama. Another World Is Possible. 

Stand up, all victims of oppression 
For the tyrants fear your might 
Don't cling so hard to your possessions 
For you have nothing, if you have no rights 
Let racist ignorance be ended 
For respect makes the empires fall 
Freedom is merely privilege extended 
Unless enjoyed by one and all 

First Stanza of "The Internationale" Billy Bragg version

--------------------------------------------------------------
(1)Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia, 2010
(2)Pusat Kajian dan Studi Gerakan (PUSGERAK)
Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Indonesia, 2012

No comments:

Post a Comment

Thanks for stalking and commenting! :D

(I am really sorry for your inconvenience due to comments moderation. It is notable for me to deliver responses. Your understanding is really appreciated.)

"Ketika kamu mampu mencintai tanpa alasan, suatu saat nanti kamu pasti juga akan mampu meninggalkan tanpa alasan" "Bermain-mainlah dengan imajinasi, bermain-mainlah dengan mimpi" "Lebih baik diasingkan daripada harus menyerah pada kemunafikan" "Bermimpilah setinggi angkasa. Jika kau kelak jatuh, kau akan terbaring bersama bintang-bintang" "You have no rights to judge my way unless you've walked my path" "Aksi memang tidak selalu menjanjikan perubahan, tetapi tanpa aksi tidak akan pernah ada perubahan"