Thursday 26 July 2012

Selamat datang di Kampus Perjuangan, Kawan!

OKK_1206269033_Rencana-Nya yang Sempurna

            Nama saya Muhammad Raditio Jati Utomo. Dan, teman-teman cukup memanggil saya dengan Jati. Mengapa Jati? Karena saya berharap untuk bisa sekokoh Pohon Jati. Saya ingin seperti Pohon Jati yang tak gentar menghadapi kemarau. Saya ingin seperti Pohon Jati yang batangnya tegak berdiri menatap sang mentari. Dan, saya ingin seperti Pohon Jati yang semakin tua justru semakin kuat dan semakin bernilai.

Kisah ini dimulai pada 1 Januari 1995, ketika saya dilahirkan dari rahim seorang ibu yang sangat hebat yang bernama Dwi Puspasari dan dibesarkan bersama seorang ayah yang bernama Subandrio Sofyan. Saya dilahirkan dan dibesarkan di Jakarta di sebuah keluarga kecil yang hanya ada sepasang orang tua dan dua orang anak. Saya sendiri merupakan seorang sulung. Sulung, atau anak pertama, merupakan suatu tanggung jawab yang berat, dimana saya harus selalu memposisikan diri sebagai seorang panutan dan contoh bagi adik saya, dimana saya harus selalu memperjuangkan kesuksesan untuk memotivasi adik saya, serta dimana saya harus selalu berusaha untuk menjadi figur yang sempurna di mata orang tua. Tentunya ini buka sesuatu yang mudah, tetapi saya percaya akan salah satu ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah tidak akan memberikan ujian kepada makhluknya kecuali ujian itu bisa dilalui. Dan, saya juga percaya bahwa Ia tak mungkin memberikan tanggung jawab ini tanpa suatu tujuan. Saya masih belum paham betul apa tujuan-Nya memberikan tanggung jawab ini kepada saya, tetapi saya percaya bahwa Ia sedang menyiapkan saya untuk sesuatu yang besar.

Saya dibesarkan di keluarga pengusaha yang sederhana.  Ayah saya adalah seorang wiraswasta di bidang jual-beli, pemasangan, serta perbaikan air conditioner(AC). Beliau hanyalah seorang lulusan SMK, dan saya bangga akan hal itu. Seorang yang tidak pernah kuliah, tetapi tidak pernah berhenti berusaha menguliahkan anak-anaknya. Dalam menjalankan usahanya, beliau dibantu oleh Ibu saya sendiri sebagai bagian keuangan yang merupakan akuntan lulusan D3 Institut Perbanas. Penghasilan mereka memang tidak banyak, tetapi setidaknya mampu untuk membuat kami tetap bisa memperpanjang hidup dan membiayai pendidikan saya dan adik saya. Sebelum tahun 2001, rumah kami masih menyatu dengan kantor ayah. Kantor ayah mirip ruko dengan tiga tingkat, dan kami tinggal di lantai tiga dengan hanya satu kamar yang ditempati oleh empat orang. Alhamdulillah, pada tahun 2001, ayah berhasil membangunkan kami rumah dari jerih payahnya selama bertahun-tahun lamanya.

Saya menghabiskan sebagian masa kecil hingga remaja saya di daerah Tebet. Mengapa saya berkata demikian? Karena dari SD hingga SMA, saya bersekolah di daerah Tebet, dimulai dengan SDS. Muhammadiyah 55, lalu SMPN 115 Jakarta, dan terakhir di SMAN 26 Jakarta. Membosankan? Iya, jika di pikir-pikir, karena jarak dari rumah ke sekolah biasanya tidak lebih dari 15 menit. Namun, jika dijalani, entah mengapa, semuanya terasa menyenangkan bahkan ngangenin.

Kelas XII SMA adalah masa-masa dimana saya merasakan kegalauan yang teramat sangat. Saya baru menyadari kalau saya salah jurusan, saat itu saya sudah berada di Kelas IPA. Pada saat penentuan jurusan di kelas X, saya bersikukuh memilih IPA kendati saya sadar betul keterampilan matematis saya rendah. Saat itu pertimbangan saya adalah saya ingin mengambil jurusan Ilmu Komputer saat SNMPTN, tidak kondusifnya kondisi belajar Kelas IPS, dan yang terpenting adalah siswa IPA bisa mencoba berbagai jurusan, termasuk jurusan IPS. Namun, di kelas XII saya baru menyadari bahwa jati diri saya bukan di IPA. Namun, saya harus bertahan, setidaknya hingga selesai UN. Alhamdulillah, berkat usaha serta dukungan orang-orang terdekat saya mampu menuntaskan dengan Nilai Akhir 51,0.

Tibalah saatnya dimana saya harus memantapkan diri untuk berjuang menuju jenjang pendidikan tinggi. Saya harus memantapkan diri untuk memilih jurusan dan memperjuangkannya. Setelah berdiskusi dengan orang tua, beberapa teman, dan beberapa alumni, saya memantapkan diri untuk memprioritaskan Ilmu Hukum UI, karena saya ingin menjadi diplomat agar bisa berkeliling dunia, karena selama 17 tahun saya hidup, saya belum pernah sekalipun ke luar negeri. Naasnya, saya pernah gagal dalam SNMPTN Undangan, karena terlalu memaksakan kehendak ‘melompat’ jurusan. Hal itu menambah tekanan moral yang harus saya hadapi dalam SNMPTN Tulis. Mungkin Allah telah menggariskan lain, ternyata saya gagal lagi dalam SNMPTN Tulis. Saya sangat frustrasi karena merasa telah dua kali ‘ditendang’ dari kampus perjuangan. Saya menangis, saya menyesali diri yang lagi-lagi belum bisa menciptakan lengkungan bangga di bibir orang tua saya. Terlebih, ayah pernah bercerita bahwa Ia pernah direndahkan oleh orang tua peserta SNMTPN Tulis yang lain saat menunggu saya ujian. Sungguh saya merasa tidak berguna karena tidak bisa membungkam mulut orang itu dengan bukti bahwa saya berhasil menjadi mahasiswa UI lewat jalur SNMPTN Tulis. Saya menyadari bahwa mental saya belum cukup dewasa untuk cepat bangkit dari kegagalan. Namun, dengan segala keterbatasan, saya mengumpulkan sisa-sisa semangat dan tekad yang ada untuk menjadi bagian dari kampus perjuangan. Masih ada satu kesempatan lagi, Seleksi Masuk UI(SIMAK-UI).

Hari itu tiba, SMKN 29 Jakarta menjadi saksi bisu atas kegentaran saya saat menghadapi ruang ujian SIMAK-UI. Masih sangat jelas terbayang layar laptop saya yang menampilkan hasil ujian SNMPTN Tulis yang menyatakan bahwa saya gagal. Saya telah memilih Ilmu Hukum Reguler, Ilmu Hukum Reguler, Ilmu Politik Reguler, dan Sastra Rusia Reguler sebelumnya. Selesai ujian, saya sangat pesimis, saya mencopot semua stiker UI yang ada di kamar saya, saya merasa sudah tidak ada harapan lagi untuk mengenakan Jaket Kuning. Beberapa hari menjelang pengumuman hasil SIMAK-UI, doa yang selalu saya panjatkan bukan lagi agar Allah melancarkan jalan saya untuk menjadi bagian dari Fakultas Hukum UI, melainkan agar Dia, Yang Maha Adil, memberikan yang terbaik yang bisa saya dapatkan.

Alhamdulillah, pada 19 Juli, sekitar jam 9 pagi setelah saya performance nasyid bersama grup saya, lalu saya mengecek dan menemukan nomor ujian saya pada harian Kompas. Seketika saya langsung sujud syukur karena Allah menjawab doa-doa saya selama ini. Lalu saya mengabari orang tua saya tentang kabar bahagia ini. Subhanallah, meskipun impian saya tidak tercapai untuk menjadi mahasiswa Ilmu Hukum, saya tetap bersyukur dan yakin bahwa jalan inilah yang telah Ia gariskan untuk saya. Saya teringat pepatah lama, “Sekali itu kebetulan, dua kali masih kebetulan, tapi tiga kali tidak mungkin kebetulan, itulah takdirmu”. Inilah saya, Jati, Mahasiswa Sastra Rusia Universitas Indonesia 2012.


tugas OKK UI 2012, otobiografi.

No comments:

Post a Comment

Thanks for stalking and commenting! :D

(I am really sorry for your inconvenience due to comments moderation. It is notable for me to deliver responses. Your understanding is really appreciated.)

"Ketika kamu mampu mencintai tanpa alasan, suatu saat nanti kamu pasti juga akan mampu meninggalkan tanpa alasan" "Bermain-mainlah dengan imajinasi, bermain-mainlah dengan mimpi" "Lebih baik diasingkan daripada harus menyerah pada kemunafikan" "Bermimpilah setinggi angkasa. Jika kau kelak jatuh, kau akan terbaring bersama bintang-bintang" "You have no rights to judge my way unless you've walked my path" "Aksi memang tidak selalu menjanjikan perubahan, tetapi tanpa aksi tidak akan pernah ada perubahan"