Indonesia Menuju Negara Serikat |
Namun demikian, saya berpendapat
bahwa sulit bagi Indonesia untuk mencapai kondisi superpower dikarenakan wilayah Indonesia yang sangat luas dimana
masing-masing wilayah memiliki ciri khas tersendiri, baik secara SDA,
kebudayaan, dan banyak variabel lainnya. Sedangkan saat ini kita menganut
bentuk negara kesatuan, yang artinya hanya ada satu pemerintahan yaitu yang
berkedudukan di ibukota negara. Sedangkan, pemerintah daerah hanyalah merupakan
perpanjangan tangan pemerintah pusat yang berimplikasi pada kebijakan yang
terlahir dari pemerintah daerah wajib tetap mengacu pada ketentuan pemerintah
pusat. Konsekuensi logis dari hal tersebut, bagi negara seluas Indonesia,
adalah tidak adanya efisiensi dalam pengambilan kebijakan daerah dan kurang
terakomodasinya aspirasi daerah yang berakibat pada ketidakpuasan masyarakat
daerah. Contoh nyata adalah peristiwa separatis yang terjadi di Papua dan Aceh,
dimana dari ketidakpuasan masyarakat daerah tersebutlah akhirnya terbentuk
kelompok separatis garis keras seperti GAM dan OPM. Atas dasar inilah saya
mempertanyakan apakah masih relevan jika hingga saat ini Indonesia menganut
bentuk negara Kesatuan. Dimana dampak dari bentuk tersebut adalah
ketidakstabilan negara yang juga ‘menyatu’. Padahal, banyak hal yang mungkin
urgensinya lebih besar yang harus ditangani oleh pemerintah pusat. Satu contoh
tambahan, peristiwa perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan yang akhirnya
dimenangkan oleh Malaysia. Mengapa Malaysia bisa menang? Karena memang masyarakat
disana merasa bahwa aspirasi mereka tidak terakomodasi oleh pemerintah yang
diwujudkan dalam tidakadanya campurtangan pemerintah dalam pembangunan Pulau
Sipadan dan Ligitan.
Sekali lagi saya mengingatkan, hanya
ada satu pemerintahan dalam bentuk negara Kesatuan, jadi pemerintah daerah
hanyalah perpanjangan tangan pemerintah pusat yang secara otomatis
kewenangannya pun tidak seluas pemerintah pusat. Atas dasar tersebut diatas,
sekali lagi saya mempertanyakan urgensi dari mempertahankan bentuk negara yang
dianut saat ini, bentuk negara Kesatuan. Konsekuensi logis yang lain dari
bentuk negara Kesatuan adalah sulitnya melakukan pemerataan pembangunan, karena
garis besar pembangunan daerah juga ikut ditentukan oleh pemerintah pusat.
Contoh, mungkin pemerintah mempunyai target tahun N seluruh provinsi harus
sudah melakukan instalasi listrik. Kembali lagi kepada faktor geografis
Indonesia yang sangat luas yang berimplikasi pada banyak faktor, beberapa
adalah struktur masyarakat dan pendanaan daerah. Tentu akan lebih sulit melakukan
instalasi listrik di masyarakat baduy dalam dibanding melakukan instalasi
listrik di masyarakat perkotaan yang notabene sangat membutuhkan listrik.
Akhirnya, target pun tidak tercapai, dan pemerataan pembangunan dinilai gagal.
Pada masalah pendanaan, kita dapat melihat pada tidak berimbangnya pemasukan
daerah yang didapat dari pusat. Walaupun telah mempertimbangkan aspirasi
daerah, tentu pemerintah mempunyai perhitungan sendiri yang mungkin pada
akhirnya kurang mengakomodasi aspirasi daerah. Tidak heran jika saat ini kita
melihat suatu daerah yang terus berkembang sedangkan daerah yang lain justru
terus tertelungkup dalam keterpurukan.
Satu-satunya solusi yang saya
rekomendasikan untuk menjawab segala permasalahan diatas hanyalah satu, yakni
perubahan bentuk negara menuju negara federasi. Mungkin terdengar kontroversial
atau bahkan asing, bukan? Yap! Alasan saya sebenernya sudah bisa anda analisa
sendiri dari contoh kasus yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Dengan menjadi
negara federasi, setiap provinsi yang selanjutnya disebut negara bagian, akan
mempunyai tanggung jawab masing-masing untuk membangun dan mengembangkan daerahnya.
Karena umumnya setiap negara bagian akan mempunyai kedaulatan terbatas yang
sangat luas, diantaranya adalah diperbolehkan mempunyai konstitusi, aparat keamanan, dan segala hal
yang bersangkutan dengan kedaulatan kedalam, kecuali kedaulatan keluar dan
hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan nasional seperti membuat hubungan diplomatik
mandiri dan mempunyai militer sendiri.
Bayangkan jika Aceh menjadi negara
bagian, maka pemerintah pusat atau federal tidak perlu mencampuri urusan daerah
Aceh dan bisa memikirkan sesuatu yang mungkin urgensinya lebih tinggi.
Pemerintah federal tidak perlu takut akan tidak terserapnya aspirasi daerah,
karena secara otomatis parlemen dan pemerintah negara bagian Aceh akan bekerja
lebih leluasa tanpa harus menunggu instruksi pemerintah federal, dan tanpa
terikat aturan-aturan yang sekiranya tidak sesuai dengan keinginan masyarakat
daerah Aceh. Jika Kalimantan adalah negara bagian, mungkin Pulau Sipadan dan
Ligitan tidak perlu lepas dari pangkuan Indonesia hanya karena Pulau Sipadan
dan Ligitan tidak tercatat di kabupaten terdekat.
Intinya, pemerintah federal tidak
perlu memikirkan dan menangani masalah yang spesifik pada satu daerah, karena
sebagai negara bagian sudah merupakan tanggung jawabnya untuk mengurus
keperluan internal daerahnya sendiri. Pada akhirnya pemerintah federal hanya
akan fokus memikirkan dan menuntaskan masalah yang sifatnya kepentingan
nasional, misalnya penyiksaan TKI, merosotnya kurs mata uang, terorisme, dan lain-lain. Tanpa mengurangi
rasa hormat saya kepada Bapak Bangsa Indonesia, Sukarno, namun saya menyatakan
bahwa saat ini bentuk negara kesatuan sudah tidak relevan dengan kebutuhan
bangsa Indonesia dan sudah saatnya digantikan oleh bentuk negara federasi yang,
menurut saya, implikasinya adalah mempercepat Indonesia menuju keadaan superpower.
No comments:
Post a Comment
Thanks for stalking and commenting! :D
(I am really sorry for your inconvenience due to comments moderation. It is notable for me to deliver responses. Your understanding is really appreciated.)