Ujian Praktik Bahasa Indonesia: Pidato
Buruknya Penanggulangan
Dampak Cuaca Ekstrem di Jakarta
Manusia dalam menjalankan
segala bentuk kegiatannya memerlukan dukungan, baik dalam bentuk materi maupun
non-materi. Dan salah satu bentuk dukungan yang penting adalah cuaca. Sebagai
mana kita alami bersama, cuaca yang bersahabat tentu akan memperlancar segala
aktivitas dan rutinitas harian kita. Sebaliknya, cuaca yang tidak bersahabat
atau buruk akan menghambat mobilitas kita dalam beraktivitas. Masalahnya, tren
yang terlihat saat ini menunjukan bahwa cuaca telah mengarah pada keadaan yang
biasa disebut ekstrem. Pada keadaan tersebut, urgensi mengenai penanggulangan
dampak-dampak yang akan muncul menjadi sangat penting. Mengapa demikian? Karena
keadaan cuaca yang sangat dinamis seperti saat ini membuat keadaan warga
masyarakat dalam situasi yang tidak menentu, terutama dari sisi keselamatan. Tak
dapat dipungkiri, sebagai ibukota negara, Jakarta, tentu memiliki peran yang
amat vital. Karenanya, Jakarta harus terdepan dalam kesiagaan terhadap dampak
cuaca ektrem tersebut. Namun tampaknya Pemda. Provinsi DKI Jakarta belum siap
menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi menyusul kondisi
cuaca yang ekstrem. Sekurangnya ada dua indikator penyebab ketidak siapan
Jakarta untuk menanggulangi dampak cuaca ekstrem: buruknya manajemen
penanggulangan dampak cuaca ekstrem dan perencanaan tata kota yang memperparah
dampak cuaca ekstrem.
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita menguraikan
definisi dari cuaca ekstrem itu sendiri. Cuaca
ekstrim adalah fenomena meteorologi yang paling keras, khususnya fenomena cuaca
yang mempunyai potensi menimbulkan bencana, menghancurkan tatanan kehidupan
sosial, atau yang menimbulkan korban jiwa manusia. Berdasarkan definisi singkat
tersebut, kita dapat mengetahui bahwa cuaca ekstrem tidak dapat dipandang
sebagai sesuatu yang lumrah dan sepele, karena kemungkinan akibat yang
ditimbulkan pun tidak main-main. Maka untuk mengantisipasi segala kemungkinan
terburuk, perlu dilakukan langkah-langkah yang serius, tepat, serta terencana.
Dalam hal antisipasi, peran tanggap pemerintah sangat diperlukan, mengingat
wewenang dan sumber daya yang dimiliki pemerintah cukup besar. Namun, tampaknya
pemerintah belum siap atau belum benar-benar serius dalam menanggapi
permasalahan tersebut diatas.
Hal
pertama yang menjadi perkara adalah buruknya manajemen penanggulangan dampak
cuaca ekstrem. Hal ini sangat terlihat ketika Jakarta mulai memasuki musim
penghujan. Kesan yang dimunculkan oleh pemerintah adalah betapa pemerintah
tidak tanggap menghadapi permasalahan cuaca ekstrem. Belakangan ini kita kerap
mendengar, membaca, atau menonton berita
mengenai pohon tumbang, papan reklame roboh, atau kecelakaan akibat
tidak rapihnya pengerjaan proyek gorong-gorong di beberapa ruas jalan. Dan
bahkan terkadang serangkaian kejadian tersebut menelan korban jiwa. Sungguh
ironis, bukan cuaca ekstrem yang menewaskan mereka, melainkan ketidaksiapan
abdi kota dalam menghadapi cuaca ekstrem. Dari apa yang bisa kita lihat
bersama, agaknya pemerintah belum maksimal dalam mengusahakan upaya preventif.
Salah satu buktinya adalah tewasnya Arum Natalie Ratna, mahasiswi Univeristas
Trisakti, karena tertimpa pohon di depan Istana Merdeka. Pemerintah melalui
Sudin. Pertamanan berkilah bahwa kejadian tersebut adalah murni bencana alam
yang tidak dapat diprediksi. Kita sependapat bahwa bencana alam tidak dapat
diprediksi secara akurat, namun kita juga sependapat bahwa setidaknya
pemerintah dapat meminimalisir dampak dari bencana alam tersebut. Kendati BMKG
telah menerbitkan early warning
mengenai kemungkinan situasi cuaca yang ekstrem, pemerintah tampak tak
melakukan upaya preventif. Seharusnya peristiwa seperti tersebut diatas dapat
diantisipasi dengan melakukan pembenahan terhadap pohon-pohon yang terlalu
rindang dan terlalu tinggi menjulang, dengan melakukan pemangkasan.
Lebih lanjut lagi, buruknya perencanaan tata kota
memperparah dampak dari cuaca ekstrem. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa kecelakaan
yang terjadi di sekitar ruas Jalan Jend. Sudirrman. Genangan air hujan tak jarang menutupi
lubang-lubang akibat pengerjaan proyek pemerintah yang tidak dengan rapih
terselesaikan. Tanpa genangan air pun lubang-lubang tersebut sudah cukup
mengganggu kenyamanan para pengguna jalan, namun coba bayangkan betapa kita
harus menyiapkan kewaspadaan yang ekstra maksimal saat melewati ruas-ruas jalan
seperti ini. Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Dinas Pekerjaan Umum(PU)
berkilah dan melemparkan tanggung jawab kepada pihak kontraktor. Pihak Dinas PU
juga berkilah bahwa tidak semua proyek di jalanan merupakan tanggung jawab
mereka. Ini sebuah bukti nyata ketidak bijakan aparat abdi negara. Sekalipun
yang melaksanakan proyek tersebut adalah kontraktor pihak swasta, namun
seharusnya yang bertanggung jawab terhadap masterplan
dari semua proyek adalah Dinas PU. Ini juga bukti bahwa perencanaan tata kota
masih bersifat sektoral dan parsial, masing-masing dinas pemerintah masih
mempunyai agenda yang berdiri sendiri. Ini menyebabkan tumpang-tindih proyek
sangat dimungkinkan terjadi. Misalnya, pada hari ini dilakukan proyek
pembenahan sistem saluran listrik yang menyebabkan lubang di jalan, saat proyek
pertama belum rampung lubang lainnya sudah dibuka atas alasan proyek pembenahan
sistem saluran air. Celakanya, kontraktor pembukaan lubang dan penutupan lubang
berbeda. Jadi, pada saat proyek-proyek tersebut telah selesai, pihak-pihak
pembuka lubang hanya menutup lubang seadanya, karena tidak merasa mempunyai
tanggung jawab dan kewajiban untuk menyelesaikan penutupan lubang sampai rapih.
Inilah urgensi dari membuat suatu cetak biru perencanaan tata kota secara makro
dan terukur, agar masalah-masalah sepele seperti ini tidak menjadi bola salju
yang mengorbankan masyarakat.
Dalam mengantisipasi berbagai hal diatas, peran pro-aktif
masyarakat sangat dibutuhkan. Karena dengan realita yang ada saat ini, sulit
rasanya berharap banyak pada pemerintah. Kita tidak bisa menunggu Sudin.
Pertamanan memangkas pohon-pohon yang sekiranya membahayakan bila tidak
dipangkas, kita tidak bisa menunggu Dinas PU menutup lubang yang menganga dan
membahayakan para pengendara jalan, minimal kita bisa melaporkan atau
mengajukan permohonan tertulis untuk memangkas pohon atau menutup jalan. Jika
inisiatif masyarakat tak kunjung ditanggapi, kita bisa memangkas pohon secara
swadaya dan saling gotong-royong, atau kita bisa memasang papan peringatan di
titik jalan yang berlubang agar pengendara terhindar dari kecelakaan. Intinya,
tidak harus menuggu aksi pemerintah, aksi nyata kepedulian kita pun bisa
berkontribusi demi kepentingan umum.
Pada akhirnya, dewasa ini, urgensi dari persiapan
penanggulangan dampak bencana, dalam hal ini cuaca ekstrem, menjadi sangat
penting. Cuaca yang sangat dinamis menyebabkan berbagai kemungkinan buruk siap
menghampiri kita semua. Sejauh ini, aksi tanggap Pemda. Provinsi DKI Jakarta
dalam mempersiapkan penanggulangan dampak bencana belum bisa diandalkan yang
dibuktikan dengan dua indikator: buruknya manajemen penanggulangan dampak cuaca
ekstrem dan perencanaan tata kota yang memperparah dampak cuaca ekstrem. Atas
dasar ini, kepedulian masyarakat memainkan peranan yang amat penting untuk
mengantisipasi ekses buruk dari cuaca ekstrem. Tentunya kita sama-sama berharap
agar, seiring waktu, pemerintah terus membenahi diri agar kelak dapat
melindungi masyarakatnya dari dampak-dampak terburuk cuaca ekstrem secara
maksimal.
Tema:
Cuaca Ekstrem
Ø
Judul:
Buruknya Penanggulangan Dampak Cuaca Ekstrem di Jakarta.
o
Pembukaan
o
Isi
§
Definisi
dan penjelasan singkat tentang cuaca ekstrem
§
Buruknya
manajemen penanggulangan dampak cuaca ekstrem oleh pemerintah.
§
Buruknya
perencanaan tata kota memperparah dampak cuaca ekstrem.
§
Betapa
pentingnya peran swadaya masyarakat guna mengantisipasi dampak cuaca ekstrem
o
Kesimpulan
No comments:
Post a Comment
Thanks for stalking and commenting! :D
(I am really sorry for your inconvenience due to comments moderation. It is notable for me to deliver responses. Your understanding is really appreciated.)